Sabtu, 09 November 2019

Resume


1.                       ASPEK HUKUM DALAM INDUSTRI JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA

Bidang Jasa Konstruksi merupakan bidang yang utama dalam melaksanakan agenda pembangunan nasional. Jasa Konstruksi sebagai salah satu bidang dalam sarana pembangunan, sudah sepatutnya diatur dan dilindungi secara hokum agar terjadi situasi yang objektif dan kondusif dalam pelaksanaannya. Hal ini telah sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 tahun 2000 serta peraturan perundang – undangan lain yang terkait. Sebagaimana diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas: kejujuran dan keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asa keterbukaan, asas kemitraan, kemanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999).
Selanjutnya pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
1.                       Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
2.                       Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
3.                       Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

1.1                   ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum:
1.                       Keperdataan
Menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenugi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
2.                       Administrasi Negara
Menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang konstruksi.
3.                       Ketenagakerjaan
Menyangkut tentang aturan ketenagakerjaan terhadap para pekerja pelaksana jasa konstruksi.
4.                       Pidana
Menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah pidana.
1.3                   KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang – kurangnya harus mencakup uraian adanya:


1.        Para pihak.
2.        Isi atau rumusan pekerjaan
3.        Jangka pertanggungan atau pemeliharaan
4.        Tenaga ahli
5.        Hak dan kewajiban para pihak.
6.        Tata cara pembayaran.
7.        Cidera janji.
8.        Penyelesaian tentang perselisihan
9.        Pemutusan kontrak kerja konstruksi
10.    Keadaan memaksa
11.    Tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12.    Perlindungan tenaga kerja
13.    Perlindungan aspek lingkungan

1.4                   PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN DALAM JASA KONSTRUKSI
1.        Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2.        PP No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
3.        PP No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4.        PP No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
5.        Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahannya
6.        Kepmen KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah
7.        Surat Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006
8.        Peraturan Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing
9.        dan peraturan-peraturan lainnya













2.                       KONTRAK FIDIC (FEDERATION INTERNATIONALE DES INGENIEUR CONSELLS)
FIDIC singkatan dari Federation International Des Ingesniieurs Conseils (International Federation of Consulting Engineers). Sebuah organisasi asosiasi para konsultan seluruh dunia yang didirikan pada tahun 1913 oleh Negara Perancis, Belgia, dan Swiss, pusatnya berkedudukan di Lausanne, Swiss. Dari organisasi yang anggotanya Eropa, FIDIC berkembang setelah Perang Dunia II ditandai dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958. Era 70-an Negara-negara anggota NIC (Newly Industrialized Countries) yang akhirnya membuat organisasi internasional.
Tahun 1999 FIDIC menerbitkan format standar kontrak yaitu:
1.        Condition Contract for Construction
2.        Condition of Contract Design-Build
3.        Condition of Contract for EPC/ Turnkey Project
4.        Short Form Contract
Pemakaian FIDIC sebagai standar pembuatan kontrak tidaklah mutlak. Namun, dapat dimodifikasi dan disesuaikan sesuai peraturan Negara setempat dan kebijakan pihak yang bersepakat.
Menurut FIDIC “the Construction Contract” edisi 1999, Dokumen Kontrak terdiri dari:
1.        Contract Agreement
2.        Letter of Acceptance/ Award
3.        For/Letter of Tender
4.        Condition of Contract
5.        Specification
6.        Drawings
7.        Schedules
8.        Appendix to Tender
9.        Bill of Quantity and Daywork Schedule
10.    Dan dokumen-dokumen lain yang termasuk dalam Contract

3.                       KLAIM KONTRAK
Klaim adalah permintaan mengenai biaya, waktu dan kompensasi penampilan atau sesuatu yang telah ditetapkan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam suatu kontrak konstruksi. Ada yang mengartikan klaim sebagai tuntutan, yang berkonotasi negatif padahal klaim dalam pelaksanaan konstruksi adalah suatu hal yang wajar walaupun terdapat juga klaim yang harus diselesaikan lewat pengadilan dan arbitrase.
3.1                   Katagori Klaim
3.1.1             Dari penyedia jasa Konstruksi terhadap pengguna jasa:
a.         Tambahan waktu pelaksana
b.        Tambahan kompensasi
c.         Tambahan konsesi pengurangan spesifikasi teknis dan bahan
3.1.2             Dari pengguna jasa terhadap penyedia jasa:
a.         Pengurangan nilai kontrak
b.        Percepatan waktu
c.         Kompensasi atau kelalaian
3.2                   Sebab – sebab timbulnya klaim
Sesungguhnya dengan mengetahui sebab-sebab dari suatu klaim, para pihak selaku pelaksana industri jasa konstruksi dengan pikiran jernih dapat menempatkan masalah klaim secara wajar dan proporsional dan tak perlu merasa canggung atau alergi.


Menurut Robert D. Gilbreath, sebab-sebab terjadinya klaim adalah sebagai berikut:
1.                       Pekerjaan yang cacat.
Para pengguna jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak -2- kejadian, pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau pemasok bahan.
2.                       Kelambatan yang disebabkan penyedia jasa.
Jika penyedia jasa berjanji melaksanakan pekerjaan tersebut, dalam waktu yang telah ditetapkan, pengguna jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian bila keterlambatan tersebut disebabkan penyedia jasa atau dalam kejadian lain, bahkan jika keterlambatan tersebut diluar kendali dari penyedia jasa. Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini adalah kehilangan kesempatan penggunaan dari fasilitas tersebut, pengaruh reaksi terhadap penyedia jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain yang terlambat.
3.                       Sebagai klaim tandingan.
Para pengguna jasa yang menghadapi klaim-klaim para penyedia jasa dapat membalasnya dengan klaim tandingan. Klaim tandingan biasanya menyerang atau berusaha memojokan/mendiskreditkan unsure-unsur asli dari klaim penyedia jasa, dengan membuka hal-hal yang tumpang tindih atau perangkap kerugian biaya atau menyebutkan perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakan penyedia jasa dalam hal terjadinya sengketa. Kebanyakan klaim yang ditemukan dalam proyek konstruksi datang dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa karena satu dan lain sebab. Perubahanperubahan tidak resmi adalah sebagai berikut:
·           Kelambatan atau cacat informasi dari pengguna jasa biasanya dalam bentuk gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
·           Kelambatan atau cacat informasi dari bahan-bahan atau peralatan yang diserahkan pengguna jasa.
·           Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi.
·           Perubahan-perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak diketahui.
·           Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang tidak bersamaan.
·           Larangan-larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa.
·           Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran.
3.3                   Jenis-jenis klaim
a.         Klaim tambahan biaya dan waktu
Diantara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang sering terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya.
b.        Klaim biaya tak langsung (Overhead)
Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi, klaim atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c.         Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya)
Walaupun klaim kelembatan kelihatannya sederhana saja, namun dalam kenyataannya tidak demikian. Misalnya penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alsan tertentu.
d.        Klaim kompensasi lain
Dilain kejadian penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu mendapatkan pula kompensasi lain.
4.                       DISPUTE (SENGKETA) KONSTRUKSI
Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi yang di dunia Barat disebut construction dispute. Sengketa konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah sengketa di bidang perdata yang menurut UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa. (Nazarkhan Yasin. 2004, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi).
Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah satu pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi atau default).
4.1                   Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa harus secara tegas dicantumkan dalam kontrak konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa perdata (bukan pidana). Misalnya, pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak adalah Arbitrase. Dalam hal ini pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut sesuai Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 3.
4.1.1             Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Penyelesaian sengketa melalu pengadilan, kurang disukai dan diminati oleh para pelaku jasa konstruksi karena waktu penyelesaiannya terlalu lama, apalagi bila terjadi Peninjauan Kembali. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr.Sudargo Gautama dalam bukunya Undang Undang Arbitrase Baru, 1999 hal 2-4 sebagai berikut:
Dunia dagang, terutama Internasional selalu ”takut” untuk berperkara dihadapan badan-badan peradilan. Ini berlaku untuk tiap sistem negara, baik negara yang maju maupun masih berstatus negara berkembang. Para pedagang umumnya takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya. Keadaan ini dirasakan disemua negara. Tetapi lebih-lebih lagi dalam keadaan sistem peradilan di negara kita, berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-taun lamanya.
4.1.2             Penyelesaian Sengketa Melalui Airbitse
Arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa. Sengketa yang harus diselesaikan tersebut berasal dari sengketa atas sebuah kontrak dalam bentuk sebagai berikut (Harahap, Yahya, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta, 1991).
a.         Perbedaan penafsiran (disputes) mengenai pelaksanaan perjanjian, berupa:
·           Kontroversi pendapat (controversy);
·           Kesalahan pengertian (misunderstanding);
·           Ketidaksepakatan (disagreement);
b.        Pelanggaran perjanjian (breach of contract), termasuk di dalamnya adalah:
·           Sah atau tidaknya kontrak
·           Berlaku atau tidaknya kontrak
c.         Pengakhiran kontrak (termination of contract)
d.        Klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan atau melawan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar